Dalam khazanah Islam, terdapat dua ritual penting yang kerap kali disalahartikan atau dicampuradukkan, yakni aqiqah dan qurban. Meskipun keduanya melibatkan penyembelihan hewan kurban, namun tujuan, waktu pelaksanaan, serta ketentuan pelaksanaannya berbeda. Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas perbedaan qurban dan aqiqah berdasarkan syariat Islam, serta makna mendalam di balik masing-masing ritual tersebut.
Mengupas Makna Aqiqah dalam Perspektif Syar’i
Aqiqah merupakan ritual yang dilakukan untuk menyambut kelahiran seorang bayi, baik laki-laki maupun perempuan. Tradisi ini berakar dari sunnah Nabi Muhammad SAW, yang memerintahkan untuk menyembelih dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” Aqiqah bukanlah kewajiban dalam Islam, melainkan sebuah amalan sunnah yang dianjurkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah kelahiran serta harapan agar sang bayi tumbuh menjadi pribadi yang saleh dan berbakti kepada Allah SWT. Selain penyembelihan hewan kurban, aqiqah juga sering disertai dengan pembacaan doa-doa khusus, pemberian nama bayi, serta perayaan kecil bersama keluarga dan kerabat.
Dalam pelaksanaannya, aqiqah memiliki beberapa ketentuan yang harus dipatuhi sesuai dengan syariat Islam:
- Waktu pelaksanaan: Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi, meskipun dapat dilakukan sebelum atau sesudah hari ketujuh.
- Hewan kurban: Kambing atau domba yang sehat, tidak cacat, dan berumur minimal satu tahun untuk kambing atau dua tahun untuk domba.
- Jumlah hewan kurban: Dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan satu ekor kambing untuk bayi perempuan.
- Pembagian daging kurban: Daging kurban biasanya dibagikan kepada keluarga dan tetangga terdekat, meskipun tidak ada larangan untuk membagikannya kepada kaum miskin.
Memahami Makna Qurban dalam Perspektif Syar’i
Qurban, atau yang lebih dikenal sebagai Idul Adha, merupakan salah satu perayaan besar dalam Islam yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah. Perayaan ini didasarkan pada kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ketaatan tertinggi kepada Allah SWT. Tradisi qurban kemudian dilanjutkan oleh umat Muslim di seluruh dunia sebagai wujud penghormatan terhadap ketaatan Nabi Ibrahim dan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman, “Sungguh, kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) al-Kautsar. Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Qurban merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang mampu secara finansial dan memenuhi kriteria tertentu. Dalam pelaksanaannya, qurban melibatkan penyembelihan hewan ternak seperti kambing, domba, atau sapi yang memenuhi syarat kesehatan dan usia tertentu. Daging hewan kurban kemudian dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan kaum miskin, sebagai simbol berbagi kebahagiaan dan kepedulian sosial.
Berikut adalah beberapa ketentuan syar’i dalam pelaksanaan qurban:
- Waktu pelaksanaan: Qurban dilaksanakan pada hari raya Idul Adha, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah.
- Hewan kurban: Kambing, domba, sapi, atau unta yang sehat, tidak cacat, dan telah mencapai usia tertentu (minimal satu tahun untuk kambing dan domba, serta dua tahun untuk sapi atau unta).
- Jumlah hewan kurban: Minimal satu ekor kambing atau domba, atau seperempat ekor sapi atau unta untuk setiap orang yang berkewajiban qurban.
- Pembagian daging kurban: Daging kurban harus dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan kaum miskin, dengan porsi yang sesuai dengan ketentuan syariat.
- Niat dan doa: Dalam pelaksanaan qurban, seorang Muslim harus berniat dengan ikhlas dan mendoakan agar qurbannya diterima oleh Allah SWT.
Perbedaan Mendasar antara Aqiqah dan Qurban
Meski keduanya melibatkan penyembelihan hewan kurban, terdapat perbedaan mendasar antara aqiqah dan qurban dalam hal tujuan, waktu pelaksanaan, serta ketentuan pelaksanaannya.
- Tujuan:
– Aqiqah: Sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang bayi dan doa untuk keselamatan serta keberkahan bagi sang bayi.
– Qurban: Sebagai simbol ketaatan kepada Allah SWT dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan, serta wujud penghormatan terhadap ketaatan Nabi Ibrahim AS.
- Waktu Pelaksanaan:
– Aqiqah: Dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi, meskipun dapat dilakukan sebelum atau sesudah hari ketujuh.
– Qurban: Dilaksanakan pada hari raya Idul Adha, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriah.
- Ketentuan Pelaksanaan:
– Aqiqah: Merupakan amalan sunnah yang dianjurkan bagi orangtua yang baru dikaruniai anak, dengan jumlah hewan kurban tertentu sesuai dengan jenis kelamin bayi.
– Qurban: Wajib bagi setiap Muslim yang mampu secara finansial, dengan jumlah hewan kurban tertentu sesuai dengan kemampuan.
Meski memiliki perbedaan, baik aqiqah maupun qurban memiliki makna spiritual yang mendalam dalam tradisi Islam. Keduanya merupakan manifestasi rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan, serta simbol ketaatan dan kerendahan hati di hadapan Yang Mahakuasa. Dengan memahami perbedaan dan makna di balik masing-